
Dalam kehidupan modern yang penuh risiko dan ketidakpastian, asuransi menjadi salah satu bentuk perlindungan finansial yang sangat dibutuhkan. Namun, bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, muncul pertanyaan penting: apakah asuransi konvensional sudah sesuai dengan prinsip syariah? Dari pertanyaan inilah kemudian berkembang sistem asuransi syariah, yang hadir sebagai alternatif berbasis nilai keadilan, tolong-menolong, dan bebas dari unsur riba.
Meski keduanya memiliki tujuan yang sama yakni memberikan perlindungan finansial dari risiko yang tak terduga, asuransi syariah dan konvensional memiliki perbedaan mendasar, baik dari segi konsep, akad, maupun pengelolaan dana. Mari kita bahas lebih dalam.
Perbedaan paling mendasar antara asuransi syariah dan konvensional terletak pada
Dengan kata lain, dalam asuransi syariah tidak ada pihak yang dirugikan, karena semuanya berpartisipasi dalam semangat gotong royong.
Asuransi konvensional menggunakan akad jual beli (akad tijarah), di mana perusahaan menjual jasa perlindungan kepada nasabah dengan imbalan premi. Akad ini sering kali dipermasalahkan karena mengandung unsur gharar (ketidakpastian) dan maysir (spekulasi). Misalnya, nasabah tidak tahu apakah ia akan mendapatkan manfaat dari premi yang sudah dibayar, atau sebaliknya perusahaan bisa diuntungkan secara tidak adil.
Sedangkan dalam asuransi syariah, akad yang digunakan bersifat akad tabarru’, yaitu hibah atau donasi untuk membantu peserta lain yang mengalami musibah. Akad ini menjauhkan transaksi dari unsur riba, gharar, dan maysir. Dana peserta dikumpulkan dalam satu wadah yang disebut dana tabarru’, dan pengelolaannya dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan Islam.
Di asuransi konvensional, seluruh premi menjadi milik perusahaan asuransi. Dana tersebut dikelola untuk membayar klaim dan mendapatkan keuntungan melalui investasi, yang hasilnya menjadi hak perusahaan.
Sementara di asuransi syariah, dana premi milik bersama peserta. Perusahaan hanya berperan sebagai pengelola (bukan pemilik). Jika investasi menghasilkan keuntungan, maka hasil tersebut dibagi sesuai nisbah (porsi bagi hasil) antara peserta dan pengelola.
Selain itu, dana investasi di asuransi syariah hanya boleh ditempatkan pada instrumen halal, seperti sukuk, deposito syariah, atau saham syariah. Tidak ada investasi di sektor yang mengandung riba, alkohol, perjudian, atau industri haram lainnya.
Asuransi konvensional diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang memastikan perusahaan mematuhi aturan perbankan dan industri keuangan nasional.
Sementara asuransi syariah selain diawasi oleh OJK, juga memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dewan ini bertugas memastikan seluruh aktivitas, produk, dan investasi perusahaan sesuai dengan prinsip syariah. DPS biasanya terdiri dari ulama atau pakar ekonomi Islam yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Dengan adanya DPS, peserta asuransi syariah dapat merasa tenang karena transparansi dan kehalalan transaksi selalu dijaga.
Dalam asuransi konvensional, surplus atau kelebihan dana setelah pembayaran klaim dan operasional sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Peserta tidak berhak atas sisa keuntungan tersebut.
Berbeda halnya dengan asuransi syariah, di mana surplus dana (jika ada sisa dari dana tabarru’) dibagikan kembali kepada peserta, setelah dikurangi biaya pengelolaan. Ini memperkuat konsep keadilan dan kebersamaan antar peserta.
Asuransi konvensional lebih berfokus pada profit-oriented, di mana perusahaan berusaha mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari premi yang dibayarkan peserta.
Sementara asuransi syariah menekankan nilai solidaritas dan keberkahan. Tujuannya bukan hanya memberi perlindungan finansial, tetapi juga menciptakan sistem keuangan yang beretika, adil, dan selaras dengan nilai-nilai Islam.
Bahkan, kini banyak perusahaan asuransi besar memiliki
Baik asuransi syariah maupun konvensional memiliki keunggulannya masing-masing. Asuransi konvensional unggul dalam fleksibilitas dan variasi produk, sementara asuransi syariah menawarkan
Bagi masyarakat muslim yang ingin melindungi diri tanpa meninggalkan prinsip syariah, asuransi syariah adalah pilihan yang tepat. Namun bagi mereka yang lebih fokus pada kepraktisan dan cakupan luas, asuransi konvensional tetap relevan.
Pada akhirnya, keputusan berada di tangan kita sebagai konsumen. Yang terpenting adalah memahami prinsip, hak, dan kewajiban sebelum menandatangani polis. Karena dalam urusan perlindungan, bukan hanya tentang uang yang kita bayarkan tetapi juga tentang nilai dan keyakinan yang kita pegang.
Kini saatnya melangkah lebih pasti bersama Bank Sinarmas! Dapatkan berbagai pilihan
💡 Jangan tunggu sampai risiko datang menghampiri! Klik sekarang 👉 Jelajahi produk Bancassurance dari Bank Sinarmas
Maksimum nilai simpanan yang dijamin LPS
per Nasabah per bank adalah Rp2 miliar.
Untuk mengetahui tingkat suku bunga penjaminan LPS dapat dilihat di sini
© 2018 PT. Bank Sinarmas Tbk.