
Di era modern, isu kesejahteraan karyawan semakin mendapat sorotan. Perusahaan tidak hanya dituntut untuk memberikan gaji yang layak, tetapi juga memastikan hak-hak dasar pekerja terlindungi. Salah satu hak yang sangat penting, terutama bagi karyawan perempuan, adalah maternity leave atau cuti melahirkan.
Bagi perempuan yang bekerja, masa kehamilan hingga melahirkan adalah perjalanan panjang yang penuh tantangan. Ada perubahan fisik, emosi yang fluktuatif, serta tanggung jawab besar terhadap kehidupan baru yang sedang dikandung. Dalam konteks ini, maternity leave hadir bukan hanya sebagai fasilitas tambahan, namun juga sebagai hak fundamental yang menjamin keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Secara sederhana, maternity leave adalah cuti khusus yang diberikan kepada pekerja perempuan ketika sedang hamil, melahirkan, atau dalam masa pemulihan pasca persalinan. Hak ini sudah diakui secara internasional dan diatur oleh hukum di banyak negara.
Di Indonesia, hak cuti melahirkan diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pada Pasal 82, yang menyebutkan bahwa:
Pekerja perempuan berhak mendapatkan istirahat 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan, dengan total 3 bulan.
Pekerja perempuan yang mengalami keguguran berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan keterangan dokter atau bidan.
Aturan ini dibuat untuk melindungi pekerja perempuan dari risiko kelelahan berlebihan, menjaga kesehatan ibu dan bayi, sekaligus menjamin hak mereka atas pekerjaan setelah melahirkan.
Banyak yang menganggap maternity leave hanya sekadar cuti, padahal manfaatnya jauh lebih besar. Berikut beberapa alasan mengapa cuti melahirkan begitu penting:
Kehamilan adalah proses yang menguras energi. Seiring bertambahnya usia kandungan, ibu hamil rentan mengalami kelelahan, tekanan darah tinggi, hingga komplikasi medis. Dengan adanya cuti, ibu bisa fokus menjaga kesehatan dan mengurangi risiko saat persalinan.
Hari-hari awal kehidupan bayi adalah masa emas. Kehadiran ibu sangat penting untuk proses bonding dan pemberian ASI eksklusif. Cuti melahirkan memberi kesempatan bagi ibu untuk mendampingi bayinya tanpa harus khawatir kehilangan pekerjaan.
Melahirkan bukan hanya menguras tenaga, tetapi juga bisa memicu masalah psikologis seperti baby blues atau bahkan postpartum depression. Maternity leave memberi ruang bagi ibu untuk beradaptasi secara emosional, sehingga ketika kembali bekerja mereka lebih stabil dan produktif.
Cuti melahirkan sering dianggap sebagai kerugian bagi perusahaan. Namun, kenyataannya karyawan yang mendapatkan hak ini cenderung lebih loyal, lebih sehat, dan bekerja lebih produktif setelah kembali ke kantor. Perusahaan yang peduli akan kesejahteraan karyawan biasanya memiliki tingkat retensi tenaga kerja yang lebih tinggi.
Maternity leave adalah bentuk perlindungan terhadap hak asasi perempuan. Hak ini memastikan bahwa perempuan bisa menjalankan peran biologisnya tanpa kehilangan pekerjaan, penghasilan, maupun kesempatan untuk berkembang dalam karier.
Durasi maternity leave berbeda-beda di setiap negara, tergantung pada regulasi pemerintah. Beberapa contohnya adalah:
Swedia: Memberikan cuti orang tua hingga 480 hari (sekitar 16 bulan) yang bisa dibagi antara ibu dan ayah.
Norwegia: Memberikan cuti 49 minggu dengan gaji penuh atau 59 minggu dengan gaji 80%.
Singapura: Memberikan cuti 16 minggu melahirkan untuk karyawan perempuan.
Jepang: Memberikan cuti melahirkan 14 minggu, ditambah cuti orang tua hingga anak berusia 1 tahun.
Indonesia: Memberikan cuti 3 bulan, yaitu 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan.
Jika dibandingkan, durasi cuti di Indonesia masih tergolong singkat. Banyak aktivis pekerja perempuan yang mengusulkan agar cuti melahirkan ditambah menjadi 6 bulan, untuk memberikan waktu lebih banyak bagi ibu dalam merawat bayinya.
Baca juga artikel menarik lainnya: 12 Konsekuensi jika Resign Tanpa One Month Notice yang Harus Kamu Tahu
Meskipun aturan cuti melahirkan sudah jelas, praktiknya masih menghadapi sejumlah kendala:
Kurangnya Sosialisasi
Tidak semua pekerja perempuan memahami hak mereka atas cuti melahirkan. Akibatnya, ada yang tetap bekerja hingga menjelang persalinan karena takut kehilangan pekerjaan.
Diskriminasi di Dunia Kerja
Beberapa perusahaan enggan merekrut perempuan usia produktif dengan alasan biaya tambahan jika mereka mengambil cuti melahirkan. Hal ini menciptakan diskriminasi gender yang merugikan perempuan.
Kekhawatiran Karier Terhambat
Ada karyawan perempuan yang merasa bahwa mengambil cuti melahirkan dapat menghambat kenaikan jabatan atau promosi. Tekanan ini membuat mereka ragu menggunakan hak yang sebenarnya sah.
Kurangnya Dukungan dari Lingkungan Kerja
Beberapa perusahaan tidak menyediakan fasilitas ramah ibu, seperti ruang laktasi. Padahal, setelah kembali bekerja, ibu masih membutuhkan tempat khusus untuk memerah ASI.
Perusahaan yang benar-benar mendukung maternity leave tidak hanya memberi manfaat bagi karyawan, tetapi juga bagi bisnis itu sendiri. Beberapa dampak positifnya antara lain:
Meningkatkan reputasi perusahaan sebagai tempat kerja yang ramah keluarga.
Menciptakan loyalitas karyawan karena mereka merasa dihargai dan diperhatikan.
Mengurangi turnover karena karyawan cenderung bertahan lebih lama.
Produktivitas meningkat dalam jangka panjang karena karyawan kembali bekerja dalam kondisi lebih sehat.
Untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif, diperlukan langkah-langkah nyata, seperti:
Sosialisasi kepada karyawan mengenai hak cuti melahirkan.
Pelatihan bagi manajemen agar lebih memahami pentingnya mendukung karyawan perempuan.
Kebijakan tambahan dari perusahaan, misalnya memperpanjang cuti melahirkan lebih dari yang diwajibkan undang-undang.
Fasilitas ramah ibu, seperti ruang laktasi, daycare, dan jam kerja fleksibel.
Maternity leave bukan hanya sekadar cuti tiga bulan, melainkan hak fundamental yang harus dihormati oleh setiap perusahaan. Keberadaannya membantu menjaga kesehatan ibu dan bayi, memberi dukungan emosional, serta meningkatkan kualitas hidup pekerja perempuan.
Bagi perusahaan, memberikan maternity leave yang layak bukanlah kerugian, melainkan investasi jangka panjang dalam menciptakan karyawan yang loyal, produktif, dan berkomitmen tinggi.
Sudah saatnya kita memandang maternity leave sebagai hal yang esensial. Bukan sekadar kewajiban hukum, tetapi juga sebagai bentuk kepedulian nyata terhadap kesejahteraan manusia.
Sebagai karyawan modern, mengatur kehidupan kerja dan keluarga memang membutuhkan perencanaan yang matang, termasuk dalam hal keuangan. Selama masa maternity leave, kebutuhan rumah tangga tetap berjalan, sementara pemasukan mungkin berkurang. Karena itu, penting bagi kamu untuk memiliki pengelolaan finansial yang lebih cerdas agar tetap merasa aman dan nyaman.
Kini, semua bisa lebih mudah dengan SimobiPlus dari Bank Sinarmas. Aplikasi perbankan digital ini membantu kamu mengatur keuangan sehari-hari hanya dalam genggaman, mulai dari menabung, transfer, membayar tagihan, hingga berinvestasi dengan praktis dan aman.
Dengan SimobiPlus, kamu dapat lebih fokus menikmati momen berharga bersama keluarga, tanpa perlu khawatir repot mengurus keuangan.
Yuk, jadikan masa maternity leave-mu lebih tenang dengan dukungan finansial yang terencana.
👉 Download aplikasi SimobiPlus sekarang juga melalui link berikut dan rasakan kemudahan mengelola keuangan kapan saja, di mana saja.
Maksimum nilai simpanan yang dijamin LPS
per Nasabah per bank adalah Rp2 miliar.
Untuk mengetahui tingkat suku bunga penjaminan LPS dapat dilihat di sini
© 2018 PT. Bank Sinarmas Tbk.